Kabarangin.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan nomor 141/PUU-XXI/2023 yang berkaitan dengan “gugatan ulang” terkait syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Pasal tersebut sebelumnya telah diubah oleh Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menciptakan kontroversi.
Dalam artikel Kabarangin.com merangkum Kompas.com berita MK Tolak Gugatan Ulang Usia Capres-cawapres, Pelapor Khawatir Kasus Anwar Usman Berulang. Simak dibawah ini:
Daftar Isi
MK Tolak Gugatan Ulang Usia Capres-cawapres
MK Tolak Sidang Ulang Syarat Capres-Cawapres
MK menjelaskan bahwa sidang ulang untuk kasus yang melibatkan pelanggaran etik hakim, sesuai dengan ketentuan UU Kekuasaan Kehakiman, tidak dapat diadakan di MK. Pasal tersebut menegaskan bahwa keputusan yang dihasilkan oleh MK bersifat final dan mengikat.
Viktor Santoso Tandiasa, pengacara pemohon dalam kasus ini, menyuarakan keprihatinannya bahwa argumen ini dapat digunakan untuk membela putusan-putusan MK di masa depan yang melibatkan pelanggaran etik.
Ketua MK, Anwar Usman Dicopot
Fakta bahwa eks Ketua MK, Anwar Usman, dicopot dari jabatannya karena melanggar etika berat terkait dengan putusan kontroversial dalam kasus nomor 90/PUU-XXI/2023 dan delapan hakim konstitusi lainnya yang melanggar kode etik karena ketidakmampuan menjaga kerahasiaan informasi dalam forum Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
Pelapor Khawatir Kasus Anwar Usman Berulang
Viktor menyampaikan keprihatinannya bahwa situasi ini bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam putusan-putusan MK di masa mendatang, terutama dalam sengketa atau perselisihan hasil pemilihan umum (pemilu).
Dia menekankan bahwa kekhawatiran ini muncul karena putusan MK dianggap final dan mengikat, sehingga pelanggaran etik yang terjadi sebelum putusan dianggap tidak dapat dikoreksi setelahnya. Hal ini dapat membuka pintu bagi kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif di masa depan, mengingat ketidakmampuan MK untuk mengoreksi pelanggaran etik yang terjadi sebelum putusan diputuskan.