Jannah Theme License is not validated, Go to the theme options page to validate the license, You need a single license for each domain name.
BeritaFilmHotNasional

Review Film: Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso (2023)

Review Film: Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso (2023)

Kabarangin.com – Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso langsung menduduki puncak urutan atas tontonan favorit saya sepanjang tahun 2023, meski saya masih belum menonton keseluruhan serial berdurasi 86 menit itu.

Bagaimana bisa sebaliknya, film yang disutradarai oleh Rob Sixsmith ini memadukan kecintaan saya pada film dokumenter dan thriller, sekaligus diresapi dengan bahan-bahan favorit saya dan kebanyakan orang. Dramatis, menegangkan, dan misterius.

Artikel Kabarangin.com membahas berita berbagai sumber terkait Review Film: Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso. Simak Dibawah ini ya”

Review Film: Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso?

Review Film: Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso (2023)
Review Film: Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso (2023)

1. Film Dokumenter Ice Cold

Namun, selain unsur yang sangat “sinetron” dalam film dokumenter ini, naskah yang ditulis oleh Sixsmith dan kawan-kawan dikemas dengan sangat cermat dan hati-hati.

Keputusan Ice Cold untuk tidak menyajikannya seperti film dokumenter serius lainnya – atau setidaknya seperti misteri pembunuhan atau kasus yang belum terpecahkan di Amerika Serikat – dan lebih mendekati selera masyarakat Indonesia, merupakan pilihan yang tepat.

Mayoritas masyarakat Indonesia pada dasarnya adalah kelompok orang yang selalu ingin tahu dan lebih memilih berbicara daripada membaca, dan film dokumenter ini menyoroti sifat ini dengan narasi yang menggugah rasa ingin tahu.

Apalagi, kisah pembunuhan Wayan Mirna dengan terpidana Jessica Wongso menjadi drama serial TV tujuh tahun lalu. Selain itu, beberapa karakter yang terkait dengan kasus ini juga menarik perhatian di drama hukum dan kriminal besar di Indonesia beberapa waktu lalu.

Tentu saja serunya drama ala telenovela, cerita tentang gangster dan mafia serta pembunuhan seperti cerita Sherlock Holmes atau Detektif Conan dalam film dokumenter ini yang berdurasi satu jam 26 menit tidak terasa seperti itu.

Padahal, film dokumenter ini pada dasarnya hanya menampilkan kumpulan gambar berita, kesaksian para jurnalis yang meliput berita tersebut, wawancara dengan ayah Mirna dan kerabatnya, pengacara Jessica, beberapa saksi dan perwakilan pengadilan, serta komentar para pengamat.

2. Cerita Jessica Jadi Tersangka

Film dokumenter ini juga tidak membahas secara mendalam kasus dan hubungan mendalam antara Mirna dan Jessica, serta kemungkinan permasalahan lain yang dihadapi Mirna sebelum kejadian tragis tersebut.

Selain itu, film dokumenter ini lebih mirip drama TV dari pada film dokumenter sebenarnya.

Hal ini terlihat dari plottwist yang memandu narasi film dokumenter ini sangat berperan penting dalam menarik kesadaran penonton, dibandingkan membiarkan penonton harus menebak-nebak dan berenang sendiri dalam cerita dengan gambar-gambar yang disajikan.

Namun memenuhi selera masyarakat Indonesia itulah yang menjadi tujuan utama film dokumenter ini.

Aku juga tidak bisa menyalahkannya. Pada akhirnya, saya juga mengapresiasi bagaimana drama, bagaimana-jika, dan berbagai penilaian subjektif yang dihadirkan dalam acara ini kemudian dapat menjadi bahan perbincangan – atau gosip – lebih lanjut dengan lingkaran pertemanan saya.

Ditambah lagi era media sosial saat ini jauh lebih liar dan “intens” dibandingkan tahun 2016, netizen pasti akan cepat menggali lebih dalam dari apa yang dilakukan Rob Sixsmith dan kawan-kawan.

Hal lain yang membuat film dokumenter ini begitu nikmat untuk ditonton – bahkan sambil makan dan minum kopi – adalah aspek sinematografinya.

Saya ingin menyapa tim syuting yang berjumlah 11 orang, termasuk 7 director of photography dari Indonesia, Jerman dan Singapura; serta tiga operator kamera.

Kerja keras mereka, bersama dengan tim pengeditan, efek visual, dan grafis, meningkatkan elemen dramatis Ice Cold:Murder, Coffee, and Jessica Wongso.

3. Saling Sanggah dalam Sidang Pembunuhan Mirna

Sisipan seperti trivia dan bahkan detail yang sedikit di luar topik membuat perjalanan penonton tidak terlalu membosankan dan otak menjadi “penuh” dengan “lautan fakta” yang berbeda, yang tentu saja tidak benar, semua orang ingat dari persidangannya 7 tahun lalu.

Namun, film dokumenter yang provokatif ini tentu bisa menimbulkan kehebohan, bahkan mungkin berubah menjadi sesuatu yang lebih serius. Kelebihan, kekurangan dan mungkin “Pro-kontra hingga mungkin netizen ” bisa muncul dari pembahasan film dokumenter ini.

Lebih lanjut, film dokumenter ini secara tersirat, namun sangat jelas menekankan cara kerja sistem peradilan Indonesia yang hingga kini menjadi fokus dan sasaran keluhan dari netizen.

Bukan tidak mungkin film dokumenter ini bisa mengajak masyarakat untuk membuka mata dan lebih memperhatikan pengawasan penegakan hukum.

Namun, bagi saya, film dokumenter ini seperti jawaban atas keinginan lama saya:
Menonton acara yang bertemakan kasus kriminal di Indonesia pun tak kalah “aneh”, misterius, dan jauh lebih menarik dibandingkan di Amerika.

Sumber: cnnindonesia.com

Back to top button