Anak-Broken Home
Sangat mungkin mereka tumbuh menjadi orang yang butuh perhatian lebih
Bunda pasti ingin memberikan keceriaan untuk si kecil. Namun, masalah dalam keluarganya juga tak terhindarkan, yang akhirnya berujung pada perpisahannya. Saat orang tua berpisah, anak sering dicap sebagai korban. Anak dari keluarga broken home biasanya memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak lainnya. Terutama anak-anak dengan keluarga utuh.
Perceraian atau perpisahan orang tua dapat mempengaruhi anak-anak, kehidupan keluarga, ekonomi dan masyarakat, menurut penelitian yang dipublikasikan di The Linacre Quarterly.
Namun, tidak semua efek negatif. Anak-anak yang bercerai dapat tumbuh seperti anak-anak dari keluarga yang utuh.
Perpisahan orang tua dapat mempengaruhi kejiwaan seorang anak
Tumbuh dalam keluarga yang tidak lengkap bisa menjadi pengalaman yang sulit. Apalagi jika dialami oleh anak dari ibu yang masih sangat kecil.
Anak-anak dari keluarga berantakan biasanya menghadapi masalah yang tidak biasa. Ini dimulai dengan kurangnya perhatian orang tua karena putus cinta karena kesulitan keuangan.
Hidup di bawah trauma emosional, seperti yang dialami di masa kanak-kanak, dapat merusak kesehatan mental.
Melansir Time of India, akan sangat sulit menanamkan perasaan cinta dan perhatian di dalamnya.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Indian Journal of Psychological Medicine juga menemukan hubungan yang kuat antara perpisahan (orang tua) dan gangguan depresi.
Hal ini biasanya disebabkan oleh alasan sosial dan ekonomi. Tak heran, kalau beberapa anak dengan kondisi keluarga tidak utuh ini mengalami penyakit mental.
Perasaan Anak Broken Home
Percaya atau tidak, anak-anak dengan orang tua yang hancur merasa berbeda dari kebanyakan anak lainnya. Ini karena mereka sudah menghadapi masalah di rumah.
Belum lagi adanya kekerasan dalam rumah tangga yang terkadang dialami oleh anak-anak tersebut.
Berikut adalah beberapa perasaan yatim piatu yang rusak yang harus Anda ketahui untuk menghadapinya dengan bijak.
1. Sensitif
Anak-anak dari keluarga yang tidak sempurna cenderung lebih peka terhadap hal-hal di rumah.
Ini karena mereka mengalami terlalu banyak perkelahian, teriakan, dan kekerasan lain di rumah. Hal itu tentu membuat emosi mereka lebih sensitif.
Namun, anak-anak ini berusaha menutupinya dan menjadi kuat di depan orang lain.
2. Kesepian
Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga berantakan biasanya lebih suka berada di luar.
Mereka merasa lebih nyaman jauh dari rumah daripada suasana di rumah yang selalu mencekam.
Banyak orang pulang terlambat ketika mereka bersama teman-teman.
Meninggalkan rumah dan melihat orang yang dicintai adalah salah satu cara anak-anak dengan keluarga yang tidak lengkap menemukan kebahagiaan dalam kesepian yang selalu mereka rasakan di rumah.
3. Rapuh
Anak broken home sudah terlalu sering merasakan sakit dan terluka. Tak heran, kebanyakan dari mereka lebih mudah menerima orang lain.
Hal ini karena mereka tidak mau ada orang lain mengalami kejadian yang sama dengan mereka.
Saat ada orang terluka, anak dengan keluarga tidak utuh akan lebih berempati.
Mereka juga tak segan untuk memahami keadaan dari orang terdekat saat mengalami sebuah musibah.
Hal ini karena jauh di dalam keluarga broken home, anak memiliki emosi yang sangat rapuh.
4. Penuh Cinta Kasih
Ketika tumbuh dalam keluarga yang tidak harmonis, seseorang mungkin dapat lebih memahami perasaan ingin dicintai.
Hal itu merupakan sesuatu yang akan selalu diinginkan oleh anak broken home, bahkan hingga mereka tumbuh dewasa.
Jadi Moms jangan heran jika mereka cenderung memiliki hati yang besar untuk orang lain, tetapi mereka juga diharapkan menerima hal yang sama sebagai balasannya.
Sekalipun tidak menerima cinta yang sama dari orang lain, anak-anak ini biasanya bersedia memberikan cinta yang tulus. Karena mereka sangat memahami bagaimana rasanya tidak mendapatkan cinta sejati.
5. Kesulitan Meluapkan Emosi
Banyak orang secara tidak sengaja menekan emosi mereka. Anak-anak dengan keluarga yang berantakan cenderung menahan emosinya karena ketakutan.
Anak-anak dengan kondisi ini melakukan ini secara sadar karena takut emosi kita akan digunakan untuk melawan mereka di masa depan.
Anak-anak broken home dalam keluarga yang berantakan tetap tenang, tidak peduli betapa sulitnya masalahnya.
Karena mereka kesulitan untuk mengekspresikan emosi. Mereka berpikir, apa pun yang mereka lakukan salah.
Perasaan ini tentu tidak bisa diabaikan karena kesulitan meluapka emosi bisa menjadi penyebab timbulnya penyakit mental seperti serangan panik atau kecemasan.
6. Sangat Berhati-hati dalam Pergaulan
Ketika Moms tumbuh di lingkungan toxic, seperti keluarga yang tidah harmonis akan mempermudah dalam pergaulan.
Para ibu dapat dengan mudah membedakan antara individu yang toxic dan yang terkait dengan ancaman.
Jika Anda dibesarkan di rumah yang toxic. Tidak ingin mendapatkan lingkungan toxic di luar rumah.
Hal ini tidak selalu karena mereka kesepian, tetapi mereka lebih berhati-hati dalam bergaul dengan orang luar. Mereka juga sangat sensitif dalam menilai orang.
7. Overprotective
Anak-anak dalam keluarga yang tidak lengkap cenderung terlalu protektif terhadap seluruh keluarga.
Moms yang tumbuh di keluarga broken home biasanya akan melindungi kakak, adik atau bahkan orang tua (ayah atau ibu) dari kekerasan fisik atau mental.
Anak dari keluarga yang tidak harmonis akan bertindak sebagai seorang pelindung, meskipun di usia muda.
Sifat ini terus berkembang hingga dewasa. Sifat ini cukup normal karena mereka ingin melindungi hal-hal berharga dalam hidup mereka.
Perasaan anak broken home yang suka melindungi terkadang terbawa hingga ke pergaulan.
Mereka biasanya tidak segan melindungi pasangan atau sahabatnya saat menghadapi gangguan dari luar.
8. Ingin Mendapat Perhatian Lebih
Keinginan untuk diperhatikan merupakan ciri utama anak yang tidak mendapat perhatian dari orang tuanya.
Bukan tanpa sebab, hal ini karena mereka tidak mendapat banyak perhatian di rumah. Apalagi, kalau mereka tumbuh dengan orang tua tunggal yang super sibuk.
Jadi, jangan heran kalau banyak anak broken home yang sering merundung orang lain. Biasanya, mereka melakukan ini hanya karena ingin mendapat perhatian dari orang lain.
Sayangnya, perasaan ingin selalu mendapat perhatian ini terkadang membuat anak broken home mendapat masalah.
Apalagi kalau mereka sampai merundung orang lain atau melakukan hal yang tidak baik.
9. Lebih Suka Menghindar Saat Menghadapi Masalah
Sering menghadapi masalah di rumah, anak broken home lebih memilih untuk menghindari masalah.
Selain keluar rumah, mereka biasanya akan melakukan suatu hal yang membuat mereka melupakan keadaan rumah yang toxic.
Perasaan ini sepertinya hampir dimiliki oleh semua anak broken home.
Mereka akan memilih untuk melakukan hal lain dibandingkan mendengarkan pertengkaran orang tua mereka.
Perasaan ingin menghindari masalah terkadang membuat anak broken home memiliki hobi yang dapat membawa mereka meraih prestasi.
Sayangnya, tidak sedikit anak broken home akan menghindar dan mencari pelarian ke hal-hal negatif.
10. Ambisius
Sifat ambisius biasanya juga dimiliki oleh anak broken home.
Sifat ini timbul karena mereka merasa marah dengan lingkungan mereka. Perasaan ini biasanya dapat menuntun anak broken home ke hal yang positif.
Perasaan marah ini bisa membuat mereka berambisi dalam meraih impian.
Mereka ingin membuktikan kepada semua orang, bahwa mereka juga bisa sukses walaupun tumbuh di keluarga broken home.
Anak broken home yang sudah sukses biasanya akan menjadi kebanggaan bagi orang tua mereka.
Selain itu, anak broken home juga lebih mandiri dibandingkan dengan orang lain.
Karena mereka memang ingin menunjukan, bahwa mereka bisa sukses tanpa bantuan orang tua atau anggota keluarga lainnya.
#ambisius #orangtua #brokenhome #keluarga #harmonis #bahagia #kesepian
referensi:https://www.orami.co.id/magazine/anak-broken-home